rzn/hp
Maret silam dunia Astronomi merayakan penemuan gelombang gravitasi. Kini
peneliti Harvard mengakui kelemahan dalam analisa mereka. Sinyal yang
didapat dinilai bisa berasal dari debu kosmik, bukan gelombang
gravitasi.
Tim astronom asal Amerika Serikat yang sempat membuktikan teori
gelombang gravitasi beberapa bulan silam, kini mengakui adanya
kemungkinan kesalahan dalam analisa data satelit. Temuan tersebut
awalnya sempat mengguncang dunia pengetahuan karena menjelaskan
bagaimana alam semesta terbentuk setelah dentuman dahsyat.
Jika temuan tersebut terbukti benar, gelombang gravitasi yang telah
diperkirakan Albert Einstein dalam teori relaivitas umumnya itu akan
mengkonfirmasikan pemuaian cepat alam semesta 13,8 miliar tahun silam.
Bukti pertama inflasi kosmik diumumkan Maret silam oleh fisikawan
Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics. Teori inflasi menyebut alam
semesta memuai 100 trilyun trilyun lebih cepat ketimbang kedipan mata.
Efek Kontaminasi
Temuan tersebut dibuat dengan menggunakan teleskop BICEP2 di Kutub Selatan.
Namun sejak awal publikasi hasil penelitian tim Harvard sudah mendulang
kritik. Sebagian menyayangkan karena temuan tersebut tidak diuji
terlebih dahulu oleh pakar independen.
Sumber perkara adalah apakah tim astronom Harvard sudah menghitung efek kontaminasi pengukuran melalui teleskop BICEP2.
Kini tim peneliti yang dipimpin oleh John Kovac itu mengakui, sinyal
yang berhasil direkam "bisa jadi" bukan bersal dari gempa kosmik pertama
di alam semesta, melainkan dari debu kosmik. Kemungkinan tersebut
"tidak tertutup", tulisnya dalam jurnal ilmiah, Physical Review Letters.
Tipuan Debu Antariksa
Debu antariksa juga "memancarkan radiasi polarisasi," kata fisikawan
Princeton, David Spergel. "Kita lihat fenomena ini di mana-mana. Dan apa
yang kami jelaskan dalam tulisan kami adalah bahwa pola yang mereka
lihat sama konsistennya seperti debu kosmik dan gelombang gravitasi."
Kejelasan terkait pembuktian gelombang gravitasi dan teori inflasi baru
akan dibuat Oktober mendatang. Pada saat itu peneliti Badan Antariksa
Eropa yang menggunakan Teleskop Max Planck untuk menelusuri jejak
dentuman dahsyat akan memublikasikan hasil temuannya.
Tim tersebut mencari gelombang gravitasi di enam frekuensi yang berbeda.
Sementara peneliti Harvard cuma mencari di satu frekuensi, kata
Spergel.
Sumber : DW, 23 Juni 2014
0 comments: